Cemas mencekap ketika air jatuh sebagai gerimis. Ketakutan dialami dia yang sendiri di pinggir kota. Ketakutan adalah ruang hampa dalam hatinya, sedangkan malam melukis kelamnya malam dihatinya.
Dia bukan siapa-siapa. Ia hanya seorang teman yang masih tersisa, ia masih memahat dendam kosong pada batu. Ia memaki malam yang tak kunjung usai. Ia membenci malam sejak ia kehilangan segalanya. Ia sendirian, bila ayah dan bunda tak ada lalu harus berharap pada siapa? Ia hanya bisa berharap ada iba yang jatuh di telapak tangannya. Bila biasa ia berkata, bukan ia tak cinta bunda yang telah melahirkannya kedunia. Tapi mengapa sejak nafas ia minta pada Tuhan hanya memberi luka? Telapak tangan kanannya ia buka lebar-lebar, matanya melotot besar karena lapar. Hatinya selalu saja berharap cemas, adakah...